Minggu, 29 Oktober 2017

Hadis Tentang Larangan Meminta minta

Hadis Tentang Larangan Meminta minta

1.      Redaksi Hadis
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنْ الْمِسْكِينُ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ بِهِ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلَا يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ
“Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada saya Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Bukanlah disebut miskin orang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan bisa diatasi dengan satu atau dua suap makanan atau satu dua butir kurma. Akan tetapi yang disebut miskin adalah orang yang tidak mendapatkan seseorang yang bisa memenuhi kecukupannya, atau yang kondisinya tidak diketahui orang sehingga siapa tahu ada yang memberinya shedaqah atau orang yang tidak meminta-minta kepada manusia”

2.      Kritik Historis
1.      Analisis Kritik Sanad
a.      Ismail bin Abdullah bin Abdullah bin Uwais : menurut ahmad bin Hanbal la ba’sa bih, menurut abu hatim tsiqoh, menurut ibnu hajar al-asqolany shoduq namun banyak kesalahan dalam hafalan.
b.      Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir : menurut yahya bin ma’in beliau tsiqoh, menurut muhammad bin sa’ad tsiqoh ma’mun.
c.       Abdullah bin Dzakwan Abu az-Zanad : menurut ahmad bin hanbal tsiqoh, menurut abu zur’ah tsiqoh, menurut abu hatim beliau orang yang tsiqoh dan faqih.
d.      Abdul Rahman bin Hurmuz : menurut ibnu sa’ad tsiqoh, menurut ibnu al-Madini tsiqoh, menurut al-Asqolany tsiqoh tsabat.
e.       Abdul Rahman bin Shahr : beliau tsiqoh mengingat beliau adalah sahabat Nabi Muhammad menurut ibnu hajar al-Asqolany.


3.      Analisis Isi
a.      Kajian Linguistik
Kata ” مِسْكِينُberasal dari kata “"سكن – يسكن  yang berarti tinggal. Sedangkan “miskin” dalam Lisanul Arab memiliki banyak arti, diantaranya yaitu orang yang memilki sesuatu yang hanya dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Menurut Abdul Malik bin Marwan miskin berarti tidak ada sesuatu pun yang dimilikinya, dan menurut yunus keadaan seorang miskin lebih buruk daripada seorang faqir.[1] Menurut kamus besar bahasa indonesia miskin berarti tidak berharta; berpenghasilan sangat rendah; serba kekurangan.
b.      Kajian Tematis Komprehensif
Dalam kajian ini, ada beberapa hadis yang se-tema. Ada beberapa hadis yang peneliti temukan tentang hadis orang miskin dan orang yang meminta-minta, diantaranya dalam kitab shahih Bukhari menyebutkan 4 hadis  hadis no. 1469-1472 masing-masing terdapat di bab zakat. Dalam shahih muslim terdapat pada hadis no.1033-1036 pada bab ammal yadul ulya khairun minal yadil assufla. Seperti contoh,
ليْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“orang miskin bukanlah orang yang tidak menolak diberi sesuap atau dua suap makanan, akan tetapi orang miskin itu yang tidak mempunyai kecukupan lantas ia malu dan tidak meminta-minta dengan memaksa”

c.       Kajian Komparatif
Untuk mencapai pemaknaan hadis tentang orang yang pantas menerima shadaqah (miskin) dan larangan memberi kepada pengemis, maka kemudian penulis mencoba mengkaitkannya dengan ayat al-Qur’an yaitu ayat yang terdapat dalam surah al-Ma’un (3), adh-dhuha (10), dan al-baqarah (273).
Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ  
“ dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.”

$¨Br&ur Ÿ@ͬ!$¡¡9$# Ÿxsù öpk÷]s? ÇÊÉÈ  
“dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.”
 Di dalam surah al-Mau’un menganjurkan agar memberi makan kepada orang miskin bukan orang yang meminta-minta, dan didalam surat adh-dhuha juga menerangkan sikap yang seharusnya dilakukan kepada orang yang meminta-minta (pengemis) agar tidak memperlakukannya dengan semena-mena.
4.      Realitas Historis
Hadis ini turun ketika Rasulullah menerangkan kepada Aisyah, Hasan dan Husein mengenai ahlul bait. Rasulullah bersabda, “Ya Allah hilangkanlah kotoran mereka dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya”[2] kemudian Nabi bersabda seperti itu.
            Kepada Rasulullah pernah datang seorang  pengemis, maka beliau yang mulia, tidak langsung memberinya uang.  Bertanyalah beliau kepada pengemis itu, “Apakah kau memiliki sesuatu di rumahmu?”
Dijawab oleh pengemis itu, “Ada, ya Rasulullah. Aku memiliki pakaian dan sebuah cangkir.” Rasul pun memintanya untuk membawa barang yang disebutkan. Sesampainya pengemis dari rumahnya, Rasul mengumpulkan para sahabat.
“Adakah diantara kalian yang ingin membeli ini?” Tanya Rasulullah Saw sembari menunjukkan pakaian dan cangkir milik pengemis.
Segera, ada sahutan dari salah seorang sahabat beliau, “Aku sanggup membelinya seharga satu dirham.” Sang Nabi melanjutkan, “Adakah yang ingin membayar lebih?” Ternyata, Rasulullah melelang dua harta milik pengemis itu.
Dijawablah oleh sahabat lain, “Aku mau membelinya seharga dua dirham, ya Nabiyullah.” Maka sahabat inilah yang berhak memiliki pakaian dan cangkir milik pengemis.
Rasululah pun memberikan hasil penjualan kepada pengemis sembari berpesan. Kata Nabi, belilah kebutuhan untuk keluargamu dengan uang ini. Sebagiannya yang lain untuk membeli kapak. Rasul juga memerintahkan pengemis itu kembali kepada beliau setelah membeli kapak.
Setelah menyerahkan makanan kepada anak dan istrinya, pengemis itu menemui Rasulullah sambil membawa kapak, sesuai yang diperintahkan. Nabi bersabda, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah.”
Dua pekan kemudian, sosok yang mulanya berprofesi sebagai pengemis itu mendatangi Sang Nabi. Dari hasil mencari kayu, ia memiiki uang sebanyak 10 dirham.
Rasul pun bersabda, “Hal ini lebih baik bagimu. Karena meminta-minta hanya membuat noda di wajahmu, kelak di akhirat.”
Dari kisah ini dapat disimpulkan, bahwa Rasul sebagai penguasa pada saat itu, menjalankan tanggung jawabnya berupa menyediakan hal yang dapat mendatangkan rizki bagi seorang peminta-minta yang datang padanya, sehingga ia tidak lagi mengemis.[3]

5.      Analisis Generalisasi
Untuk memahami apakah hadis ini bisa dijadikan hujjah atau tidak adalah dengan melakukan analisis sanad dan matan. Seperti yang telah dipaparkan di atas, kesimpulan kualitas hadis ini adalah shohih mengingat semua sanad hadis ini shohih semuanya, dan banyak sekali matan yang berkaitan dan semuanya shohih. Maka hadis ini dapat dijadikan hujjah dan sandaran’ amal perbuatan.
Melihat masalah kemiskinan yang marak di zaman yang kontemporer ini maka hadis ini di-generalisasi-kan dengan kehidupan sekarang. Sesuai dengan maknanya yaitu miskin berarti tidak memiliki apa-apa kemudian asbabul wurud yang menerangkan tentang Rasulullah yang bercerita tentang ahlul bait. Rasulullah dalam hadis mendoakan ahlul bait agar dibersihkan kotoran kerabat karibnya dan dibersihkan sebersih-bersihnya. Maka dalam kaitannya orang miskin hendaknya jangan berkeliling meminta uang karena menurut Rasulullah bukanlah itu yang disebut orang miski, namun  hendaknya terus berdoa kepada Allah untuk dibersihkan hatinya dan dihilangkan kotorannya.
6.      Kontekstualisasi
Dewasa ini tuntutan hidup semakin bertambah. Dengan semakin bekembangnya teknologi dan gaya hidup, kebutuhan manusia pun semakin bermacam-macam. Bagi seseorang yang mampu menyesuaikan hidupnya dengan zaman tentu tidak akan merasa kesulitan dalam menjalaninya. Namun, orang yang kurang beruntung akan merasa tertekan dengan kemajuan ini. Untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri saja kurang apalagi memenuhi kebutuhan orang lain seperti keluarganya yang mana semuanya semakin bertambah dan beragam. Tak heran banyak sekali mereka yang tidak kuat dan frustasi karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang layak memilih untuk mengemis atau meminta-minta. Di pinggiran jalan, atau di emperan tempat-tempat umum, mereka menengadahkan tangan mereka demi untuk mendapatkan belas kasihan orang lain. Berharap orang lain memberi uang atau yang lainnya.
Perilaku ini dilarang oleh Rasulullah Saw sesuai dengan hadis yang tertera di atas. Seharusnya orang yang hanya duduk meminta-minta mampu mengusahakan sesuatu dengan waktu dan kekuatannya. Bukankah Allah telah memberikan waktu yang sama kepada seluruh umat manusia 1x24 sehari.
Hal ini bahkan terjadi di Indonesia. Masyarakat miskin di Indonesia tidak hanya dari kalangan pengangguran atau pendidikan rendah. Hasil kajian LIPI menyebutkan, sekitar 43,67 persen pekerja Indonesia saat ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Ini terjadi lantaran kecilnya upah dan tingginya harga barang.[4] Hal ini memancing mereka untuk mendapatkan uang lebih. Karena tingginaya harga barang dan ada anggota keluarga yang juga perlu untuk dicukupi kebutuhannya. Makan akan sangat kurang pendapat yang hanya seberapa tersebut.

7.      Kesimpulan Hadis
Rasulullah Saw merupakan seorang Rasul mulia yang mengemban tugas untuk menyebarkan Agama yang mulia di muka bumi ini yaitu Islam. Tentu saja dengan agama yang mulia ini, pemeluknya juga harusnya menjadi manusia yang mulian. Kemuliaan pribadi maupun sosial.
Namun, kemuliaan itu bukanlah dengan cara menyandarkan kebutuhan pribadi kepada orang lain. Kaitannya dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, meminta-minta bukanlah anjuran Rasulullah Saw. Hanya diam dan menengadah meminta belas kasihan orang lain, padahal orang itu masih memiliki waktu dan tenaga untuk berusaha semaksimal mungkin.
Di Indonesia hal ini menjadi ironi karena masih banyak penduduk yang masih kurang pendapatannya sehingga memilih untuk mengemis. Padahal seharusnya apabila mereka mau berdoa dan berusaha serta bertawakal kepada Allah Swt pastilah akan terbuka jalannya. Karena Allah sudah menjamin hidup setiap makhluknya di dunia ini.






End Note :



[1] Muhammad bin Mukrim bin Mandzur, Lisan al-‘Arab, Jus 5 (Beirut: Dar al-Sadir, 1992), hlm. 60
[2] Nasir bin Ali ‘A’ish, Aqidatu Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah. (Arab Saudi: Maktabah al-Rosyad, 2000). Hlm. 340.
[3] http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2016/10/19/46811/pengemis-tajirprofesi-yang-menjanjikan/#sthash.NNYMlbGj.dpbs



Daftar Pusaka :

1.                  Mukrim, Muhammad. 1992. Lisanul Arab. Beirut: Dar al-Sadir.
2.                  Ali ‘Aish, Nasir. 2000. Aqidatu Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah. Arab Saudi: Maktabah al-Rasyad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar