Hadis Tentang Larangan Meminta minta
1.
Redaksi Hadis
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي
مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ
وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنْ الْمِسْكِينُ الَّذِي
لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ بِهِ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلَا
يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ
“Telah
menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan
kepada saya Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Bukanlah
disebut miskin orang berkeliling meminta-minta kepada manusia dan bisa diatasi
dengan satu atau dua suap makanan atau satu dua butir kurma. Akan tetapi yang
disebut miskin adalah orang yang tidak mendapatkan seseorang yang bisa memenuhi
kecukupannya, atau yang kondisinya tidak diketahui orang sehingga siapa tahu
ada yang memberinya shedaqah atau orang yang tidak meminta-minta kepada
manusia”
2.
Kritik Historis
1.
Analisis Kritik Sanad
a.
Ismail bin Abdullah bin Abdullah bin Uwais : menurut ahmad bin
Hanbal la ba’sa bih, menurut abu hatim tsiqoh, menurut ibnu hajar al-asqolany
shoduq namun banyak kesalahan dalam hafalan.
b.
Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir : menurut yahya bin ma’in
beliau tsiqoh, menurut muhammad bin sa’ad tsiqoh ma’mun.
c.
Abdullah bin Dzakwan Abu az-Zanad : menurut ahmad bin hanbal
tsiqoh, menurut abu zur’ah tsiqoh, menurut abu hatim beliau orang yang tsiqoh
dan faqih.
d.
Abdul Rahman bin Hurmuz : menurut ibnu sa’ad tsiqoh, menurut ibnu
al-Madini tsiqoh, menurut al-Asqolany tsiqoh tsabat.
e.
Abdul Rahman bin Shahr : beliau tsiqoh mengingat beliau adalah
sahabat Nabi Muhammad ﷺ menurut ibnu hajar al-Asqolany.
3.
Analisis Isi
a.
Kajian Linguistik
Kata ” مِسْكِينُ” berasal dari kata “"سكن – يسكن yang berarti tinggal.
Sedangkan “miskin” dalam Lisanul Arab memiliki banyak arti, diantaranya yaitu
orang yang memilki sesuatu yang hanya dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Menurut Abdul Malik bin Marwan miskin berarti tidak ada sesuatu pun yang
dimilikinya, dan menurut yunus keadaan seorang miskin lebih buruk daripada seorang
faqir.[1] Menurut
kamus besar bahasa indonesia miskin berarti tidak berharta; berpenghasilan
sangat rendah; serba kekurangan.
b.
Kajian Tematis Komprehensif
Dalam kajian ini, ada beberapa hadis yang se-tema. Ada beberapa
hadis yang peneliti temukan tentang hadis orang miskin dan orang yang
meminta-minta, diantaranya dalam kitab shahih Bukhari menyebutkan 4 hadis hadis no. 1469-1472
masing-masing terdapat di bab zakat. Dalam shahih muslim terdapat pada hadis
no.1033-1036 pada bab ammal yadul ulya khairun minal yadil assufla.
Seperti contoh,
ليْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى
تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ
لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“orang miskin bukanlah orang yang tidak menolak diberi sesuap atau
dua suap makanan, akan tetapi orang miskin itu yang tidak mempunyai kecukupan
lantas ia malu dan tidak meminta-minta dengan memaksa”
c.
Kajian Komparatif
Untuk mencapai pemaknaan hadis tentang orang yang pantas menerima
shadaqah (miskin) dan larangan memberi kepada pengemis, maka kemudian penulis
mencoba mengkaitkannya dengan ayat al-Qur’an yaitu ayat yang
terdapat dalam surah al-Ma’un (3), adh-dhuha (10), dan al-baqarah (273).
wur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ
“ dan tidak menganjurkan memberi Makan
orang miskin.”
$¨Br&ur @ͬ!$¡¡9$# xsù öpk÷]s? ÇÊÉÈ
“dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya.”
Di dalam surah
al-Mau’un menganjurkan agar memberi makan kepada orang miskin bukan orang yang
meminta-minta, dan didalam surat adh-dhuha juga menerangkan sikap yang
seharusnya dilakukan kepada orang yang meminta-minta (pengemis) agar tidak
memperlakukannya dengan semena-mena.
4.
Realitas Historis
Hadis ini turun ketika Rasulullah ﷺ menerangkan kepada
Aisyah, Hasan dan Husein mengenai ahlul bait. Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya Allah
hilangkanlah kotoran mereka dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya”[2]
kemudian Nabi ﷺ bersabda seperti itu.
Kepada Rasulullah pernah datang seorang pengemis,
maka beliau yang mulia, tidak langsung memberinya uang. Bertanyalah
beliau kepada pengemis itu, “Apakah kau memiliki sesuatu di rumahmu?”
Dijawab oleh pengemis itu, “Ada, ya
Rasulullah. Aku memiliki pakaian dan sebuah cangkir.” Rasul pun memintanya
untuk membawa barang yang disebutkan. Sesampainya pengemis dari rumahnya, Rasul
mengumpulkan para sahabat.
“Adakah diantara kalian yang ingin
membeli ini?” Tanya Rasulullah Saw sembari menunjukkan pakaian dan cangkir
milik pengemis.
Segera, ada sahutan dari salah
seorang sahabat beliau, “Aku sanggup membelinya seharga satu dirham.” Sang Nabi
melanjutkan, “Adakah yang ingin membayar lebih?” Ternyata, Rasulullah melelang
dua harta milik pengemis itu.
Dijawablah oleh sahabat lain, “Aku
mau membelinya seharga dua dirham, ya Nabiyullah.” Maka sahabat inilah yang
berhak memiliki pakaian dan cangkir milik pengemis.
Rasululah pun memberikan hasil
penjualan kepada pengemis sembari berpesan. Kata Nabi, belilah kebutuhan untuk
keluargamu dengan uang ini. Sebagiannya yang lain untuk membeli kapak. Rasul
juga memerintahkan pengemis itu kembali kepada beliau setelah membeli kapak.
Setelah menyerahkan makanan kepada
anak dan istrinya, pengemis itu menemui Rasulullah sambil membawa kapak, sesuai
yang diperintahkan. Nabi bersabda, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah.”
Dua pekan kemudian, sosok yang
mulanya berprofesi sebagai pengemis itu mendatangi Sang Nabi. Dari hasil
mencari kayu, ia memiiki uang sebanyak 10 dirham.
Rasul pun bersabda, “Hal ini lebih
baik bagimu. Karena meminta-minta hanya membuat noda di wajahmu, kelak di
akhirat.”
Dari kisah ini dapat disimpulkan,
bahwa Rasul sebagai penguasa pada saat itu, menjalankan tanggung jawabnya
berupa menyediakan hal yang dapat mendatangkan rizki bagi seorang peminta-minta
yang datang padanya, sehingga ia tidak lagi mengemis.[3]
5.
Analisis Generalisasi
Untuk memahami apakah hadis ini bisa dijadikan hujjah atau tidak
adalah dengan melakukan analisis sanad dan matan. Seperti yang telah dipaparkan
di atas, kesimpulan kualitas hadis ini adalah shohih mengingat semua sanad
hadis ini shohih semuanya, dan banyak sekali matan yang berkaitan dan semuanya
shohih. Maka hadis ini dapat dijadikan hujjah dan sandaran’ amal perbuatan.
Melihat masalah kemiskinan yang marak di zaman yang kontemporer ini
maka hadis ini di-generalisasi-kan dengan kehidupan sekarang. Sesuai
dengan maknanya yaitu miskin berarti tidak memiliki apa-apa kemudian asbabul
wurud yang menerangkan tentang Rasulullah ﷺ yang bercerita tentang ahlul
bait. Rasulullah ﷺ dalam hadis mendoakan ahlul bait agar dibersihkan kotoran
kerabat karibnya dan dibersihkan sebersih-bersihnya. Maka dalam kaitannya orang
miskin hendaknya jangan berkeliling meminta uang karena menurut Rasulullah ﷺ bukanlah itu yang
disebut orang miski, namun hendaknya
terus berdoa kepada Allah untuk dibersihkan hatinya dan dihilangkan kotorannya.
6.
Kontekstualisasi
Dewasa ini tuntutan hidup semakin bertambah. Dengan semakin
bekembangnya teknologi dan gaya hidup, kebutuhan manusia pun semakin
bermacam-macam. Bagi seseorang yang mampu menyesuaikan hidupnya dengan zaman
tentu tidak akan merasa kesulitan dalam menjalaninya. Namun, orang yang kurang
beruntung akan merasa tertekan dengan kemajuan ini. Untuk memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri saja kurang apalagi memenuhi kebutuhan orang lain seperti
keluarganya yang mana semuanya semakin bertambah dan beragam. Tak heran banyak
sekali mereka yang tidak kuat dan frustasi karena tidak kunjung mendapatkan
pekerjaan yang layak memilih untuk mengemis atau meminta-minta. Di pinggiran
jalan, atau di emperan tempat-tempat umum, mereka menengadahkan tangan mereka
demi untuk mendapatkan belas kasihan orang lain. Berharap orang lain memberi
uang atau yang lainnya.
Perilaku ini dilarang oleh Rasulullah Saw sesuai dengan hadis yang
tertera di atas. Seharusnya orang yang hanya duduk meminta-minta mampu
mengusahakan sesuatu dengan waktu dan kekuatannya. Bukankah Allah telah
memberikan waktu yang sama kepada seluruh umat manusia 1x24 sehari.
Hal ini bahkan terjadi di Indonesia. Masyarakat miskin di Indonesia tidak hanya dari kalangan
pengangguran atau pendidikan rendah. Hasil kajian LIPI menyebutkan, sekitar
43,67 persen pekerja Indonesia saat ini masih berada di bawah garis kemiskinan.
Ini terjadi lantaran kecilnya upah dan tingginya harga barang.[4]
Hal ini memancing mereka untuk mendapatkan uang lebih. Karena tingginaya harga
barang dan ada anggota keluarga yang juga perlu untuk dicukupi kebutuhannya.
Makan akan sangat kurang pendapat yang hanya seberapa tersebut.
7.
Kesimpulan Hadis
Rasulullah Saw merupakan seorang Rasul mulia yang mengemban tugas
untuk menyebarkan Agama yang mulia di muka bumi ini yaitu Islam. Tentu saja
dengan agama yang mulia ini, pemeluknya juga harusnya menjadi manusia yang
mulian. Kemuliaan pribadi maupun sosial.
Namun, kemuliaan itu bukanlah dengan cara menyandarkan kebutuhan
pribadi kepada orang lain. Kaitannya dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, meminta-minta bukanlah anjuran Rasulullah Saw. Hanya diam dan
menengadah meminta belas kasihan orang lain, padahal orang itu masih memiliki
waktu dan tenaga untuk berusaha semaksimal mungkin.
Di Indonesia hal ini menjadi ironi karena masih banyak penduduk
yang masih kurang pendapatannya sehingga memilih untuk mengemis. Padahal
seharusnya apabila mereka mau berdoa dan berusaha serta bertawakal kepada Allah
Swt pastilah akan terbuka jalannya. Karena Allah sudah menjamin hidup setiap
makhluknya di dunia ini.
End Note :
[1] Muhammad bin
Mukrim bin Mandzur, Lisan al-‘Arab, Jus 5 (Beirut: Dar al-Sadir, 1992),
hlm. 60
[2] Nasir bin Ali
‘A’ish, Aqidatu Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah. (Arab Saudi: Maktabah
al-Rosyad, 2000). Hlm. 340.
[3]
http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2016/10/19/46811/pengemis-tajirprofesi-yang-menjanjikan/#sthash.NNYMlbGj.dpbs
[4] https://www.merdeka.com/uang/4-fakta-kemiskinan-di-indonesia/30-juta-penduduk-indonesia-berpenghasilan-rp-12000-per-hari.html
Daftar Pusaka :
1.
Mukrim,
Muhammad. 1992. Lisanul Arab. Beirut: Dar al-Sadir.
2.
Ali
‘Aish, Nasir. 2000. Aqidatu Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah. Arab Saudi:
Maktabah al-Rasyad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar