Sabtu, 28 Oktober 2017

Nilai-nilai Religius Yang Terkandung Dalam Film Robinson Crusoe



Film Robinson Crusoe adalah film yang diangkat dari sebuah novel legendaris hasil buah karya seniman Daniel Defoe pada tahun 1717. Diceritakan di dalamnya seorang manusia bernama Robinson Crusoe yang ingin pergi ke negeri seberang bernama Edenburg untuk belajar apa itu kebijaksanaan. Rela meninggalkan pasangannya yang notabene akan menikah dalam waktu dekat, Crusoe akhirnya pergi dengan janji bahwa ia akan kembali dalam tempo hanya satu tahun, tidak lebih. Namun ia terdampar di sebuah pulau misterius dikarenakan badai yang menghantam kapalnya. Bertemulah Robinson Crusoe dengan seseorang di pulau itu yang ia panggil dengan Friday.

Dalam penggalan kisahnya dalam suatu kesempatan, Crusoe dan Friday berbincang dengan kepercayaan dan persepsi masing-masing mengenai Tuhan. Tentu saja berbeda bagaimana orang yang berpendidikan dan orang yang hidup primitif berasumsi tentang Tuhan. Friday dan sukunya meyakini bahwa Tuhannya adalah seekor buaya yang mereka beri nama Pakia. Mereka beranggapan bahwa ketika buaya memakan daging maka itu otomatis adalah anjuran juga bagi mereka. Friday percaya bahwa ketika Pakia menyuruh memakan ikan maka pengikutnya akan mampu berenang sebaik ikan, apabila Pakia menyuruh memakan cicak maka pemeluknya akan mampu memanjat layaknya cicak, Pakia juga memakan daging manusia yang mereka resepsi itu adalah ritual untuk menambah kekuatan seseorang.
Robinson Crusoe sebagai orang yang berlatar belakang Kristen merasa bahwa apa yang diyakini oleh Friday itu tak masuk akal. Crusoe menambahkan bahwa Tuhan yang benar adalah yang menciptakan alam semesta dan menuliskan kalamnya dalam sebuah Kitab. Tuhan juga tidak terlihat karena berbentuk roh yang abstrak. Crusoe menyalahkan Friday tentang masalah ketuhanan ini dan ternyata debat lintas keyakinan ini berbuntut panjang. Dikarenakan tidak adanya rasa toleransi  mereka berpisah karena Crusoe telah melecehkan kepercayaan Friday.
Toleransi antar umat beragama dinilai sangat penting karena bagaimanapun manusia yang hidup di dunia ini berbeda-beda cara dalam meresepsi Tuhan. Apabila antar kepercayaan saling menyalahkan maka sangat mustahil membentuk lingkungan dan kehidupan sosial yang damai dan sejahtera. Terbukti ratusan tahun yang lalu ketika seseorang merasa keyakinannya adalah yang paling benar dan menyalahkan keyakinan orang lain, maka hal itu akan memancing konflik di mana pihak terhina akan memisahkan diri bahkan bisa jadi cenderung memberontak dan melawan apabila mereka memiliki kekuatan.
Friday meyakini bahwa alam adalah yang menciptakan dan Pakia adalah Tuhannya. Hal ini bisa terjadi karena latar belakang sosial masyarakatnya juga seperti itu. Dari doktrin turun temurun itu maka terbentuklah sebuah dogma bahwa buaya adalah simbol kepercayaan mereka. Suku Friday membutuhkan Tuhan yang bisa dilihat dan dipegang secara fisik karena hal tersebut langsung membuktikan bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Beginilah salah satu cara mereka meresepsi Tuhan dan sistem kepercayaanya. Berbeda dengan Robinson Crusoe yang mengandalkan Kitab Suci untuk merasakan Tuhan. Friday tidak akan percaya dengan hal gaib seperti itu. Namun Crusoe tetap memegang teguh keyakinannya karena memang begitulah dogma ketuhanan yang terbentuk dalam dirinya. Semuanya punya kepercayaan masing-masing dan semuanya tidak bisa diganggu gugat.
Pada intinya semua manusia harus memiliki sikap tenggang rasa untuk menerima semua bentuk perbedaan di muka bumi ini. Manusia adalah makhluk sosial yang mustahil untuk hidup sendiri. Lagipula, Robinson Crusoe akhirnya tersadar bahwa perkataanya yang menyerang keyakinan Friday terbukti bersalah dan menimbulkan konflik. Ia pun meminta maaf dan berusaha mengembalikan pertemanan mereka walaupun berbeda agama. Crusoe mengerti bahwa barang siapa yang kepercayaannya dilecehkan maka dia tentu akan sangat geram sekali begitupun dengan dirinya ketika Kitab injilnya tersobek oleh Friday secara tidak sengaja, ia sangat geram sekali sehingga ia meminta pengampunan pada Tuhannya. Manusia adalah makhluk yang diberi anugerah akal dan hati. Oleh karena itu manusia akan berusaha menemukan jalan terbaik yang sesuai dengan akalnya. Semua hasil akan berbeda-beda, pada akhirnya hati manusia jugalah yang akan menuntun akalnya untuk berbuat baik dan saling menghargai setiap perbedaan yang mereka temui. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar