Film Robinson Crusoe adalah film yang diangkat dari sebuah novel
legendaris hasil buah karya seniman Daniel Defoe pada tahun 1717. Diceritakan
di dalamnya seorang manusia bernama Robinson Crusoe yang ingin pergi ke negeri
seberang bernama Edenburg untuk belajar apa itu kebijaksanaan. Rela
meninggalkan pasangannya yang notabene akan menikah dalam waktu dekat, Crusoe
akhirnya pergi dengan janji bahwa ia akan kembali dalam tempo hanya satu tahun,
tidak lebih. Namun ia terdampar di sebuah pulau misterius dikarenakan badai
yang menghantam kapalnya. Bertemulah Robinson Crusoe dengan seseorang di pulau
itu yang ia panggil dengan Friday.
Dalam penggalan kisahnya dalam suatu kesempatan, Crusoe dan Friday
berbincang dengan kepercayaan dan persepsi masing-masing mengenai Tuhan. Tentu
saja berbeda bagaimana orang yang berpendidikan dan orang yang hidup primitif
berasumsi tentang Tuhan. Friday dan sukunya meyakini bahwa Tuhannya adalah
seekor buaya yang mereka beri nama Pakia. Mereka beranggapan bahwa ketika buaya
memakan daging maka itu otomatis adalah anjuran juga bagi mereka. Friday
percaya bahwa ketika Pakia menyuruh memakan ikan maka pengikutnya akan mampu
berenang sebaik ikan, apabila Pakia menyuruh memakan cicak maka pemeluknya akan
mampu memanjat layaknya cicak, Pakia juga memakan daging manusia yang mereka
resepsi itu adalah ritual untuk menambah kekuatan seseorang.
Robinson Crusoe sebagai orang yang berlatar belakang Kristen merasa
bahwa apa yang diyakini oleh Friday itu tak masuk akal. Crusoe menambahkan
bahwa Tuhan yang benar adalah yang menciptakan alam semesta dan menuliskan
kalamnya dalam sebuah Kitab. Tuhan juga tidak terlihat karena berbentuk roh
yang abstrak. Crusoe menyalahkan Friday tentang masalah ketuhanan ini dan
ternyata debat lintas keyakinan ini berbuntut panjang. Dikarenakan tidak adanya
rasa toleransi mereka berpisah karena
Crusoe telah melecehkan kepercayaan Friday.
Toleransi antar umat beragama dinilai sangat penting karena
bagaimanapun manusia yang hidup di dunia ini berbeda-beda cara dalam meresepsi
Tuhan. Apabila antar kepercayaan saling menyalahkan maka sangat mustahil
membentuk lingkungan dan kehidupan sosial yang damai dan sejahtera. Terbukti
ratusan tahun yang lalu ketika seseorang merasa keyakinannya adalah yang paling
benar dan menyalahkan keyakinan orang lain, maka hal itu akan memancing konflik
di mana pihak terhina akan memisahkan diri bahkan bisa jadi cenderung
memberontak dan melawan apabila mereka memiliki kekuatan.
Friday meyakini bahwa alam adalah yang menciptakan dan Pakia adalah
Tuhannya. Hal ini bisa terjadi karena latar belakang sosial masyarakatnya juga
seperti itu. Dari doktrin turun temurun itu maka terbentuklah sebuah dogma
bahwa buaya adalah simbol kepercayaan mereka. Suku Friday membutuhkan Tuhan
yang bisa dilihat dan dipegang secara fisik karena hal tersebut langsung
membuktikan bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Beginilah salah satu cara mereka
meresepsi Tuhan dan sistem kepercayaanya. Berbeda dengan Robinson Crusoe yang
mengandalkan Kitab Suci untuk merasakan Tuhan. Friday tidak akan percaya dengan
hal gaib seperti itu. Namun Crusoe tetap memegang teguh keyakinannya karena
memang begitulah dogma ketuhanan yang terbentuk dalam dirinya. Semuanya punya
kepercayaan masing-masing dan semuanya tidak bisa diganggu gugat.
Pada intinya
semua manusia harus memiliki sikap tenggang rasa untuk menerima semua bentuk
perbedaan di muka bumi ini. Manusia adalah makhluk sosial yang mustahil untuk
hidup sendiri. Lagipula, Robinson Crusoe akhirnya tersadar bahwa perkataanya
yang menyerang keyakinan Friday terbukti bersalah dan menimbulkan konflik. Ia
pun meminta maaf dan berusaha mengembalikan pertemanan mereka walaupun berbeda
agama. Crusoe mengerti bahwa barang siapa yang kepercayaannya dilecehkan maka
dia tentu akan sangat geram sekali begitupun dengan dirinya ketika Kitab
injilnya tersobek oleh Friday secara tidak sengaja, ia sangat geram sekali
sehingga ia meminta pengampunan pada Tuhannya. Manusia adalah makhluk yang
diberi anugerah akal dan hati. Oleh karena itu manusia akan berusaha menemukan
jalan terbaik yang sesuai dengan akalnya. Semua hasil akan berbeda-beda, pada
akhirnya hati manusia jugalah yang akan menuntun akalnya untuk berbuat baik dan
saling menghargai setiap perbedaan yang mereka temui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar